Selasa, 19 April 2016

askep bph



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Benigna Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakan sebagai pembesaran prostat jinak, merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau hipertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang kearh depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah benigna prostat hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar, tetapi kelenjar-kelenjar periuretra lah yang mengalami hipeplasia (sel-selnya bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical.
Hipertropi prostat mengenai kebanyakan pria diatas 50 tahun. Istilah “hipertrori” disini kurang tepat, karena pembesaran prostat disini disebabkan hyperplasia unsure kelenjar dan jaringan seluler. Biasanya berat kelenjar prostat adalah 20 gram, dan terdiri atas 4 lobu. Pada umur 70 tahu, berat prostat mencapai 60-200 bram.

1.2Rumusan Masalah
1.       Apa definisi dari BPH?
2.      Apa sajaEtiologi dari BPH?
3.      Apa saja Anatomi Dan Fisiologi Ureta Dan Kelenjar Prostat BPH?
4.      Apa saja Patofisiologi dari BPH?
5.       Bagaimana Manifestasi Klinis dari BPH?
6.      Apa saja Komplikasi dari BPH?
7.      Bagaimana Penatalaksanaan dari BPH?
8.      Apa saja Pemeriksaan Penunjang  dari BPH?
9.      Apa saja Diagnosa Keperawatan dari BPH
1.3 Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui definisi dari BPH
2.      Untuk mengetahui Etiologi  dari BPH
3.      Untuk mengetahui Anatomi Dan Fisiologi Ureta Dan Kelenjar Prostat BPH
4.      Untuk mengetahui Patofisiologi dari BPH
5.      Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari BPH
6.      Untuk mengetahui Komplikasi dari BPH
7.      Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari BPH
8.      Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang dari BPH
9.      Untuk mengetahui Diagnose Keperawatan dari BPH












BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1  Definisi
Benigna Prostat hiperplasia adalah keadaan kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering ditemukan untuk intervensi medis pada pria di atas usia 50 tahun (Wijaya. A & Putri. Y, 2013).
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hyperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar ataun jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD dr.Sutomo, 1994: 193)
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derejat obstruksi retra dan pembatasan aliran urinarius. (Marilynn, E.D, 2000: 671)
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal  74).
Benigna prostatic hyperplasia adalah suatu kondisi yabg sering terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormone prostat. (Yuliana, Elin, 2011).
Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat mengalami, memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra (Brunner & suddarth, 2001)
Benigna Prostat Hiperplasi adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan (Price, 2006) Benigna Prostat Hiperplasi adalah hiperplasia kelenjer periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, 2000).
Benigna Prostat Hiperplasi adalah kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Purnomo 2011).
Dari pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa benigna prostat hyperplasia adalah pembesaran dari prostat yang biasanya terjadi pada orang berusia lebih dari 50 tahun yang mendesak saluran perkemihan

2.2  Etiologi
Menurut Alam tahun 2004 penyebab pembesaran kelenjar prostat belum diketahui secara pasti, tetapi hingga saat ini dianggap berhubungan dengan proses penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron. Para ahli berpendapat bahwa dihidrotestosteron yang mamacu pertumbuhan prostat seperti yang terjadi pada masa pubertas adalah penyebab terjadinya pembesaran kelenjar prostat.
Hal lain yang dikaitkan  dengan gangguan ini adalah stres kronis, pola makan tinggi lemak, tidak aktif olahraga dan seksual. Selain itu testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron, dihidrotestosteron, dan androstenesdion. Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa- reduktase menjadi
dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas lain dari testosteron adalah pemicu libido, pertumbuhan otot dan mengatur doposit kalsium di tulang. Penurunan kadar testosteron telah diketahui sebagai penyebab dari penurunan libida, massa otot, melemahnya otot pada organ seksual dan kesulitan ereksi. Selain itu kadar testosteron yang rendah juga dapat menyebabkan masalah lain yang tidak segera terlihat, yaitu pembesaran kelenjar prostat. Dalam keadaan stres, tubuh memproduksi lebih banyak steroid
stres (karsitol) yang dapat menggeser produksi DHEA (dehidroepianandrosteron). DHEA berfungsi mempertahankan kadar hormon seks yang normal, termasuk testosteron. Stres kronis menyebabkan penuaan dini dan penurunan fungsi testis pria. Kolesterol tinggi juga dapat mengganggu keseimbangan hormonal dan menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Faktor lain adalah nikotin dan konitin ( produk pemecahan nikotin) yang meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron. Begitu pula toksin lingkungan (zat kimia yang banyak digunakan sebagai pestisida, deterjen atau limbah pabrik) dapat merusak fungsi reproduksi pria.

2.3  Anatomi dan Fisiologi Ureta dan Kelenjar prostat

Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata : panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi satu disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:
a)      Kapsul anatomis.
Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler.
Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian :
1)      Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.
2)      Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebutjuga sebagai adenomatus zone.
3)      Di sekitar uretra disebut periuretral gland. Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Menurut Mc Neal, prostat dibagi atas : zona perifer, zona sentral, zona transisional, segmen anterior dan zona spingter preprostat. Prostat normal terdiri dari 50 lobulus kelenjar. Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih kurang 20 buah, secara terpisah bermuara pada uretra prostatika, dibagian lateral verumontanum, kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selaput epitel torak dan bagian basal terdapat sel-sel kuboid(Anderson, 1999).
Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan, keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan (Brunner & Suddarth, 2002).

2.4  Patofisiologi
Menurut Purnomo 2011 pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada bulu-buli tersebut, oleh pasien disarankan sebagai keluhkan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus. Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian bulibuli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko ureter. Keadaan keadaan ini jIka berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus. Menurut Mansjoer tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan
disfungsi saluran kemih atas.

2.5  Klasifikasi
Menurut Rumahorbo (2000) terdapat empat derajat pembesaran kelenjar prostat yaitu sebagai berikut:
a.       Derajat rectal dipergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar prostat kea rah rectum. Rektal toucher dikatakan normal jika batas atas teraba konsistensi elastic, dapat digerakan, tidak ada nyeri bila ditekan dan permukaannya rata. Tetapi rectal toucher pada hipertropi prostat di dapatkan batas atas teraba menonjol lebih dari 1cm dan berat prostat diatas 35 gram. Ukuran pembesaran kelenjar prostat dapat menentukan derajat rectal yaitu sebagai berikut:
a)      Derajat 0: ukuran pembesaran prostat 0-1cm
b)      Derajat I: ukuran pembesaran prostat 1-2cm
c)      Derajat II: ukuran pembesaran prostat 2-3cm
d)     Derajat III: ukuran pembesaran prostat3-4cm
e)      Derajat IV: ukuran pembesaran prostat 4cm
b.      Derajat klinik
Derajat klinik berdasarkan kepada residual urine yang terjadi. Klien disuruh BAK sampai selesai dan puas, kemudian dilakukan kateterisasi. Urin yang keluar dari kateter disebut sisa urine atau residual urin. Residual urin dibagi beberapa derajat yaitu sebagai berikut:
a)      Norml sisa urin adalah nol
b)      Derajat I sisa urine 0-50 ml
c)      Derajat II sisa urine 50-100 ml
d)     Derajat III sisa urine 100-150 ml
e)      Derajat IV telah terjadi retensi total atau klien tidak dapat BAK sama sekali. Bila kandung kemih telah penuh dan klienmerasa kesakitan, maka urine akan keluar secara menetes dan periodic, hal ini disebut over flow incontinencia. Pada derajat ini telah terdapat sisa urine sehingga dapat terjadi infeksi atau cystitis, nocturia semakin bertambah dan kadang-kadang terjadi hematuri.
c.             Derajat intra vesikal
Derajat ini dapat ditentukan dengan mempergunakan foto rongen atau cystogram, penendoscopy. Bila lobus medalis melewati muara uretra, berarti telah sampai pada stadium tiga derajat intra vesikal. Gejala yang timbul pada stadium ini adalah sisa urine sudah mencapai 50-150 ml, kemungkinan terjadi infeksi semakin hebat ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, menggil dan nyeri didaerah pingguang serta kemungkinan telah terjadi pylitis dan trabekulasi bertambah.
d.            Derajat intra Uretral
Derajat ini dapat ditentukan dengan menggunakan panendoscopy untuk melihat sampai seberapa jauh lobus lateralis menonjol keluar lumen uretra. Pada stadium ini telah terjadi retensi urine total.
Tahapan perkembangan penyakit BPH
Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi:
1.      Derajat I
a.       apabila ditemukan keluham prostatismus
b.      pada colok dubur ditemukan penonjolan prostat batas atas mudah teraba
c.       sisa urin kurang dari 50ml
2.      Derajat II
a.       Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas atas dapat dicapai
b.      Sisa urin 50-100 ml
3.      Derajat III
a.       Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak dapat diraba
b.      Sisa urin lebih dari 100 ml
4.      Derajat IV
a.       Apabila sudah terjadi retensi urine
2.6  Manifestasi klinis
1)      Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
a.       Obstruksi :
·         Hesistensi (harus menggunakan waktu lama bila mau miksi)
·         Pancaran waktu miksi lemah
·         Intermitten (miksi terputus)
·         Miksi tidak puas
·         Distensi abdomen
·         Volume urine menurun dan harus mengejan saat berkemih.
b.      Iritasi : frekuensi sering, nokturia, disuria.
2)      Gejala pada saluran kemih bagian atas Nyeri pinggang, demam (infeksi), hidronefrosis.
3)      Gejala di luar saluran kemih :
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Sjamsuhidayat, 2004). Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertroplasi:
1)      Sering buang air kecil dan tidak sanggup menahan buang iar kecil, sulit mengeluarkan atau menghentikan urin. Mungkin juga urin yang keluar hanya merupakan tetesan belaka.
2)      Sering terbangun waktu tidur di malam hari, karena keinginan buang air kecil yang berulang-ulang.
3)      Pancaran atau lajunya urin lemah
4)      Kandung kemih terasa penuh dan ingin buang iar kecil lagi
5)      Pada beberapa kasus, timbul rasa nyeri berat pada perut akibat tertahannya urin atau menahan buang air kecil (Alam, 2004).
Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth, 2002). Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu:
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (digital rectal examination) atau colok dubur ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.



2.7  Komplikasi
Pembesaran prostat jinak (BPH) kadang-kadang dapat mengarah pada komplikasi akibat ketidakmampuan kandung kemih dalam mengosongkan urin. Beberapa komplikasi yang mungkin dapat timbul antara lain: seiring dengan semakin beratnya BPH , dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 20002)
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesika urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuri. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005). Komplikasi lain yang dapat terjadi pada penderita BPH yaitu: infeksi saluran kemih, penyakit batu kandung kemih, retensi urin akut atau ketidakmampuan berkemih, kerusakan kandung kemih dan ginjal.
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal yang tidak dapat dihindari). Pada kebanyakan kasus, aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 Minggu, karena saat ini fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi, maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin (Brunner & Suddarth, 2002).
Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin sehinnga tekanan intravesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal (Mansjoer, 2000).
2.8  Penatalaksanaan
1. Modalitas terapi BPH adalah :
a. Observasi yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien.
b. Medikamentosa : terapi ini diindikasikan pada BPH dengan Keluhan ringan, sedang, sedang dan berat tanpa disertai penyulit.
Obat yang digunakan berasal dari phitoterapi (misalnya : Hipoxis rosperi, serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.
2. Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut (100 ml).
b. Klien dengan residual urin yaitu urine masih tersisa di kandung kemih setelah klien buang air kecil > 100 Ml.
c. Klien dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan sistem perkemihan seperti retensi urine atau oliguria.
d. Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e. Flowcytometri menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan dapat dilakukan dengan :
1) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat).
a) Jaringan abnormal diangkat melalui rektroskop yang dimasukan melalui uretra.
b) Tidak dibutuhkan balutan setelah operasi.
c) Dibutuhkan kateter foley setelah operasi.
2) Prostatektomi Suprapubis
a) Penyayatan perut bagian bawah dibuat melalui leher kandung kemih.
b) Diperlukan perban luka, drainase, kateter foley, dan kateter suprapubis setelah operasi.
3) Prostatektomi Neuropubis
a) Penyayatan dibuat pada perut bagian bawah.
b) Tidak ada penyayatan pada kandung kemih.
c) Diperlukan balutan luka, kateter foley, dan drainase.
4) Prostatektomi Perineal
a) Penyayatan dilakukan diantara skrotum dan anus.
b) Digunakan jika diperlukan prostatektomi radikal.
c) Vasektomi biasanya dikakukan sebagai pencegahan epididimistis.
d) Persiapan buang hajat diperlukan sebelum operasi (pembersihan perut, enema, diet rendah sisa dan antibiotik).
e) Setelah operasi balutan perineal dan pengeringan luka (drainase) diletakan pada tempatnya kemudian dibutuhkan rendam duduk. Pada TURP, prostatektomi suprapubis dan retropubis, efek
sampingnya dapat meliputi:
1. Inkotenensi urinarius temporer
2. Pengosongan urine yang keruh setelah hubungan intim dan
kemandulan sementara (jumlah sperma sedikit) disebabkan
oleh ejakulasi dini kedalam kandung kemih.
2.9  Pemeriksaan penunjang
Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan BPH adalah:
a.       Laboratorium
1)      Sedimen urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kumn terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
2)      Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
b.      Pencitraan
1)      Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih tau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin yang merupakan yanda dari retensi urin.
2)      IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroreter atau hidronefrosis memeprkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli
3)      Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rectal)
Untuk mengethaui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
4)      Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur oanjang uretra parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rectum.















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.   KASUS
Seorang laki-laki 50 th, datang ke UGD dengan keluhan, sudah beberapa hari susah kencing, sedikit-sedikit dan lama-lama kencing tidak keluar, pada saat di kaji kadung kemih, tampak penuh, kelien meringis menahan kencing. Kemudian dipasang ceteter tapi tidak berhasil, cateter tidak bisa masuk. Dokter melakukan pemeriksaan rectal toucher, serta dilakukan foto BNO, setelah ada hasil pemeriksaan, dokter menyarankan untuk dilakukan operasi. Klien merasa keberatan karena takut operasi. Dokter menjelaskan bahwa operasinya kemungkinan dilakukan dengan cara TUP-P. Dengan pembiusan spinal anestesi.

3.2.   Pengkajian
3.2.1.   Identitas Klien
1)   Nama: Tn. A
2)   Umur: 50 tahun.
3)   Jenis Kelamin: Laki-laki.
4)   Alamat: :Jalan jendral sudirman no 123
5)   Diagnosa: Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

3.2.2.   Identitas Penanggung Jawab
1)   Nama: Ny. M
2)   Umur: 40 tahun.
3)   Jenis Kelamin: Perempuan.
4)   Pekerjaan: Ibu rumah tangga.
5)   Hub. Dengan Klien: Isteri Tn. A
6)   Alamat: Jalan jendral sudirman no 123




3.3.   Riwayat Kesehatan
1)   Keluhan Utama
Klien mengeluh sulit miksi.
2)   Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh beberapa hari susah kencing sedikit-sedikit dan lama-lama kencing tidak keluar.
3)   Riwayat Kesehatan Dahulu
Tidak ada
4)   Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada

3.4.   Pemeriksaan Fisik
3.4.1.   Pemeriksaan Fisik
1)      Status Fisik
                                                            1.   Keadaan Umum : Kurang baik
                                                            2.   Kesadaran         : Compos Mentis
                                                            3.   Penampilan       : klien tampak meringgis kesakitan
                                                         4.         Tanda-tanda vital
a)      Tekanan Darah      : -
b)      Suhu                      : -
c)      Nadi                      : -
d)     Respirasi                : -

2)      Pemeriksaan fisik persistem
                                                            1.   Sistem Perkemihan
Frekuensi berkemih sedikit-sedikit bahkan hingga tidak berkemih, pada saat pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi genetalia di dapatkan bahwa visika urinariannya terlihat penuh. Lalu, dokter melakukan pemeriksaan rectal toucher, serta dilakukan foto BNO pembesaran kelenjar dan jaringan prostat.


3)      Data Psikologis
                                                            1. Status emosi      : cemas dan ketakutan
                                                            2. Kecemasan        : sangat cemas (pasien merasa keberatan karena takut                                          operasi)
1)      Konsep diri    
                                                1.   Gambaran diri
Klien tidak menerima dengan keadaanya sekarang karena merasa terganggu dengan adanya susah berkemih .
                                                2.   Identitas diri
Klien merupakan seorang Kepala Rumah Tangga.
                                                3.   Peran diri
Klien mengatakan perannya terganggu sebagai seorang Kepala Rumah Tangga untuk menjalakan aktivitasnya.

4)      Data fokus
                                                1.   Data subjektif
a)  Pasien mengatakan sudah beberapa hari susah kencing, sedikit-sedikit dan lama-lama kencing tidak keluar.
                                                2.   Data objektif
b)  Pada saat di kaji kadung kemih tampak penuh
c)  Pasien meringis menahan kencing.
3.5.   Pemeriksaan Laboratorium
1)      Pemeriksaan Rektal Toucher
2)      Foto BNO
3)      Operasi dengan cara TUR-P



3.6.   Analisis data
No
Data
Etiologi
Masalah
1.
Do :
1)      Klien mengeluh sakit saat miksi
2)      Klien mengeluh miksi sedikit- sedikit dan lama-lama kencing tidak keluar
Ds :
1)      Kandung  kemih tampak penuh
2)      Klien  meringis menahan kencing

Hiperplasia Prostat
Otot destrutor menjadi lelah dan mengalami dekompensasi
Tidak mampu berkontraksi
Spasme otot spingter
Nyeri Akut
Nyeri Akut berhubungan dengan  spasme kandung kemih
2.
Do :
1)      Klien mengeluh sudah beberapa hari  susah kencing.
2)      sedikit- sedikit dan lama-lama kencing tidak keluar
Ds :
1)      Pemeriksaan rectal toucher
2)      Dilakukan  foto BNO
Hiperplasia Prostat
Otot destrutor menjadi lelah dan mengalami dekompensasi
Tidak mampu berkontraksi
Spasme otot spingter
Nyeri saat miksi
Disfungsi Saluran kemih
Gangguan eliminasi urin
Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan sumbatan saluran pengeluaran kandung kemih
3
Do :
1)      Klien mengeluh sudah beberapa hari  susah kencing.
2)      sedikit- sedikit dan lama-lama kencing tidak keluar
Ds :
1)      Kandung  kemih tampak penuh
2)      Klien  meringis menahan kencing

Hiperplasia Prostat
Otot destrutor menjadi lelah dan mengalami dekompensasi
Tidak mampu berkontraksi
Spasme otot spingter
kandung kemih penuh
Obstruksi
 
Retensi Urin

Retensi urin berhubungan dengan adanya obstruksi saluran kemih
4
Ds :
1)      Pasien merasa takut untuk melakukan operasi.
Do :
1)      Tidak ada
Hiperplasia Prostat
Otot destrutor menjadi lelah dan mengalami dekompensasi
Tidak mampu berkontraksi
Spasme otot spingter
kandung kemih penuh
Obstruksi
Dilakukan tindakan pembedahan TUP-P
Ansietas
Ansietas berhubungan dengan dilakukan pembedahan dengan cara TUP-P


3.7.      Diagnosa Keperawatan
1)   Nyeri Akut berhubungan dengan spasme kandung kemih.
2)   Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan  sumbatan saluran pengeluaran kandung kemih.
3)   Retensi urine berhubungan dengan adanya obstruksi saluran kemih.
4)   Ansietas berhubungan dengan dilakukan pembedahan dengan cara TUP-P.

3.8.      Intervensi
No
Diagnosa
Perencanaan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
Nyeri Akut berhubungan dengan spasme kandung kemih
Untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien dengan mengontrol
Hasil Noc :
- Mampu mengontrol nyeri (mengetahui penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
-  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
- Mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
         1.         Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi dan kualitas.

         2.         Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.




         3.         Gunakan teknik terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien.


         4.         Kurangi faktor presitivasi nyeri.

         5.         Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil.

         1.         Pengkajian nyeri dapat mengetahui nyeri pasien dan pada skala berapa.



         2.         Observasi non verbal mengidentifikasikan bahwa pasien sedang dalam keadaan nyeri dan tidak nyaman seperti pasien meringis pada saat miksi.

         3.         Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang efektif untuk berkomunikasi dengan pasien sehingga dapat mengetahui tingkat nyeri.
         4.         Apabila faktor presitivasi nyeri di kurangi maka nyeri juga akan berkurang.
         5.         Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pengurang nyeri atau penghilang nyeri.



2.
Gangguan eliminasi urine b.d sumbatan saluran pengeluaran kandung kemih
Pasien dapat miksi secara bebas dan tidak sakit.
Hasil Noc
-          Untuk mengkosongkan kandung kemih secara penuh
-          Tidak ada residu urine tidak lebih dari 100-200cc.
-          Tidak ada spasme blader


         1.         Sediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan kandung kemih  (10 menit ).
         2.         Mengobservasi pengeluaran air kencing.


         3.         Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi.
1.      Waktu yang cukup untuk kandung kemih memungkinkan akan lebih mudah dalam pengeluaran urine.
2.      Observaasi air kencing dapat mengetahui kelainan yang terjadi dan mengetahui apakan masih ada penyumbatan dalam saluran kencing.
3.      Tingkat distensi memungkinkan adanya penyumbatan dalam kandung kemih.
3.
Retensi Urin berhubungan dengan adanya obstruksi saluran kemih.
Pasien dapat miksi secara bebas dan tidak sakit.
Hasil Noc :
-          Untuk mengkosongkan kandung kemih secara penuh
-          Tidak ada residu urine tidak lebih dari 100-200cc.
-          Tidak ada spasme blader

         1.         Monitor intake dan output


         2.         Monitor derajat distensi bladder


         3.         Stimulasi reflex bladder dengan kompres dingin pada abdomen.

         4.         Monitor tanda gejala ISK (panas, hematuria, perubahan bau dan konsistensi urine)
1.      Intake dan output dapat mengetahui penyumbatan dan kelainan dalam saluran kemih.
2.      Apabila masih ada distensi bladder maka pengeluaran air kencih akan terganggu dan sedikit.
3.      Stimulasi reflex bladder memungkinkan pasien terangsang utuk miksi
4.      Dengan monitor tanda gejala ISK di harapkan pasien terhindari dari penyakit ISK.
4
Ansietas berhubungan dengan dilakukan pembedahan dengan cara TUP-P.
Pasien dapat mengendalikan diri terhadap ansietas. Hasil Noc :
-          Pasien tidak menjadi cemas.
-          Pasien akan meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun mengalami kecemasan.
-           
            1.            Penurunan ansietas  dengan meminimalkan kekhawatiran, ketakutan, prasangka atau perasaan tidak tenang yang berhubungan dengan sumber bahaya yang diantisipasi dan tidak jelas.

            2.            Peningkatan koping dengan memantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stressor, perubahan, atau ancaman yang menghambat pemenuhan tuntunan dan peran hidup
               1.      Dengan cara memberikan informasi mengenai tindakan pembedahan yang dilakukan.






               2.      Dengan memberikan informasi yang jelas mengai tindakan pembedaha dan melakukan diskusi.



BAB IV
PENUTUP
1.1.   KESIMPULAN
Dari kasus Tn. A, maka penulis menyimpulkan bahwa beliau menderita Penyakit Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) atau biasanya orang-orang menyebutnya dengan prostat merupakan masalah pada saluran kemih pada pria. BPH (Benigna Prostatic Hyperplasia) adalah pembesaran kelenjar prostat yang menuju ke dalam kandung kemih dan mengakibatkan obstruksi pada saluran urine atau pembesaran kelenjar dan jaringan prostat berhubungan dengan perubahan endokrin. (Brunner and Suddarth, 2002, hal. 1625). Penyakit Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) menyebabkan terjadinya pembesaran jaringan prostat periuretral menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra purs prostatica. Lobus yang mengalami hipertrofi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra prostatik.
Dengan demikian menyebabkan retensi urine. Berkurangnya aliran kemih ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan terbentuknya batu pada saluran kemih, yang menyebabkan susah untuk buang air kecil apabila dipaksakan untuk mengeluarkan urin makanakan terjadi hematuri (adanya darah dalam urin) ini disebabkan karena retensi urine dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan kandung kemih sehingga pembuluh darah pada kandung kemih rusak.
Penulis juga menyimpulkan ada 4 diagnosa keperawatan yang akan ditegakkan diatanranya :
1)      Nyeri Akut berhubungan dengan spasme kandung kemih.
2)      Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan  sumbatan saluran pengeluaran kandung kemih.
3)      Retensi urine berhubungan dengan adanya obstruksi saluran kemih.
4)      Ansietas berhubungan dengan dilakukan pembedahan dengan cara TUP-P.

1.2.   SARAN
1.  Agar mahasiswa dapat lebih baik lagi dalam memahami penyakit Benigna Prostate Hyperplasia (BPH).
2.  Agar mahasiswa dapat menggali kemampunyai dalam membuat asuhan keperawatan yang lebih baik dan benar.
3.  Agar mahasiwa lebih banyak timbul rasa penasaran mengenai penyakit Benigna Prostate Hyperplasia (BPH).





















Daftar Pustaka

Muttaqin, Arif Dan Kumala Sari. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan System Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Long, B C, 1996. Erawatan Medical Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedoteran EGC.

Hardjowidjoto. S (1999). Benigna Prostat Hiperplasi. Airlangga University Press. Surabaya.

Nuratif dkk (2015) aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosis medis dan nanda nic_noc jilid 1. Jogjakarta:mediaction

Tambayong jan (2000) patofisiologi keperawatan.jakatra . buku kedokteran EGC

1 komentar:

  1. Hard Rock Hotel & Casino Detroit - Mapyro
    Find 전라북도 출장샵 out what's popular 서산 출장샵 at Hard Rock Hotel 강릉 출장안마 & Casino Detroit in 정읍 출장샵 Detroit, MI. a buffet, a poker room and a 삼척 출장샵 casino.

    BalasHapus